Aku sudah baca suratmu kemarin. Baru pagi ini sempat aku tulis balasannya. Semula aku ingin bicara langsung denhan kamu, tapi aku batalkan. Aku pikir, karena pasti kita tak akan bisa bicara dengan kepala dingin. Kita pasti emosi.
Aku tidak tahu harus mulai darimana. Banyak yang ingin aku bicarakan, aku merasa terganggu dengan apa yang kamu ceritakan tanggal 23 lalu.
Aku tidak mau dibandingkan dengan orang lain. Aku adalah aku. Dengan segala kelebihan dan kekuranganku.
Aku memang egois.
Aku cemburu.
Padahal akhir-akhir ini aku merasa cukup dekat dengan kamu. Untuk pertama kalinya aku bisa terbuka pada seseorang.
Tapi sekarang? Aku merasa kita menjadi jauh. Ada jarak diantara kita.
Kamu tahu kenapa?
Aku paham, kamu pernah bilang, kita harus terus terang, walau agak menyakitkan. Aku tahu, kamu waktu iu hanya menceritakan masa lalu saja.
Dan aku emosi.
Dan sekarang, perasaanku baik-baik saja kok. Tadi banyak berpikir dan menimbang. Membaca suratmu itu, aku juga menjadi lebih memahami. Kamu cerita banyak tentang cita-cita, mau menjadi apa di kemudian hari dan tentang orang yang akan hidup di sekitar kamu nanti.
Aku paham. Aku juga punya cita-cita.
Begini. Maksudku, aku ingin mengajak kamu untuk memahami bahwa aku juga punya visi. Apa pandanganku. Sebagai seorang perempuan. Sudut pandang yang mungkin kamu belum tahu.
Kami atau aku juga ingin punya pasangan yang selalu sayang, selalu melindungi dan selalu ada. Yang pertama kali dilihat mungkin dari segi fisiknya. Tapi itu bukan yang utama.
Kebanyakan kami lebih melihat kepribadian. Itu saja.
Aku sedih. Jadi selama ini yang kamu lihat hanya karena fisik saja.
Aku tidak mau. Aku mau kamu melihat aku yang seperti ini apa adanya. just the.way I am.
Lahiriah itu tidak kekal adanya. Tidak akan abadi. Kalau kamu melihatku.hanya dari faktor itu. Sepertinya hubungan kita tidak akan bertahan lama. Aku mau kamu melihat sisi yang lain dari diri aku. Bukan hanya fisik.
Mendadak aku paham ketika kamu berkata tidak mau melibatkan diriku dalam pertaruhan hidup semacam itu dan kita tak mungkin jadi pasangan di kemudian hari.
Kamu tahu, jodoh ada di tangan tuhan. Jangan suka menebak-nebak akan bagaimana akhir hubungan kita nanti. Aku mendapat kesan bahwa kamu tidak serius.
Padahal seperti umumnya perempuan, aku ingin ini yang terakhir dalam pencarianku.
Begini, kami (aku dan beberapa sahabatku) pernah diskusi mengenai seperti apa pasangan kami nanti. Ternyata semua berpikiran sama. Kalau punya 'temen' kalau bisa dialah 'teman' di kemudian.
Wanita mungkin diberi karunia tuhan sebagai makhluk drngan sejuta pengertian (dan kesabaran) karena selama 'proses' menuju kemudian itulah, walau banyak benturan, banyak ketidakcocokan, selalu dapat ditolerir dengan rasa sabar. Ini yang tidak banyak diketahui oleh laki-laki.
Dan bagi aku pribadi, aku tidak akan mungkin memberikan seluruh rasa sayangku untuk seseorang KECUALI jika nanti dia akan menjadi pasanganku.
Ini bukan vonis. Aku tidak menuntut kamu untuk mengerti. Jadi kalau selama ini kamu bertanya-tanya. Kamu bingung mengenai perasaan aku. Itu karena faktor tadi.
Karena kalau aku sayang 100%, aku takut orang yang aku sayangi pergi. Jauh dariku dan meninggalkanku. Kalau itu terjadi rasanya pasti sakit. Sakit sekali.
Jadi maaf kalau aku bertingkah laku seperti ini.
Kalau aku sayang dengan seseorang, pasti akan aku tunjukkan. Tak akan aku sembunyikan.
Kalau aku cuek dan tidak jelas seperti ini, jalan dengan siapa saja, ngobrol dengan siapa saja, bergaul dengan siapa saja. Mungkin itu karena aku sedang membentengi diri sendiri. Karena aku takut, kalau aku terlanjur sayang dengan seseorang aku justru akan menyakiti hati dia dan menyakiti hatiku juga. Itu saja.
Jadi maafkan aku. Aku tidak bisa berbuat apa pun. Aku memang begini keadaannya.
Sejujurnya, di awal hubungan kita, aku masih tertutup terhadap kamu. Itu sebabnya kamu tak pernah tahu perasaanku sebenarnya. Tapi kemudian, aku mulai terbuka dan sayang kepada kamu.
Lalu berantakan hanya gara-gara peristiwa kemarin. Dan aku merasa menjauh lagi dari dirimu.
Jadi harus bagaimana? Bagaimana kita?
Sempat terpikir, apa kita bubar saja? Aku bingung.
Tapi kalau kita pisah, rasanya kekanak-kanakan sekali ya. Mudah sekali lari dari masalah.
Kita harus sering bicara. Masih banyak yang belum diketahui. Kita kurang komunikasi.
Aku percaya, kamu masih sayang kepadaku. Aku tidak akan menuntut macam-macam. Yang jelas, aku senang ada orang yang memperhatikan aku.
Terimakasih.
0 comments:
Post a Comment