argopuro dan ojek ke Sikasur

Kamis 16 agustus 07, di Baderan

Kami turun. Tidak jauh dari KSDA, ada warung nasi sederhana. Kami makan siang dengan telur ceplok dan sayur lodeh yang rasanya lezat sekali -perlu dicatat disini, sayur lodehnya nggak pake daun melinjo. Jadi ya dimodifikasi dengan potongan kacang panjang. Eh.. kalo udah dipotong, apa masih bernama kacang panjang? *penting banget nggak sih :p*- untuk praktisnya, kami pun memesan makan malam, memesan sarapan dan bungkusan makan siang untuk esok hari. Dan menjadi saksi reaksi cepat si ibu : memanggil orang untuk menyembelih ayamnya yang lucu, yang kami lihat sedang mengorek-ngorek tanah mencari makan di lapangan depan warung- “Untuk makan malam nanti” ucap si Ibu datar. Nafsu makanku hilang seketika. Nggak tega.

Sebelum magrib

Aku datang ke bangunan Inti. Pengen ngobrol aja dengan mas Sugiono. Pada bangunan inti ini terdiri atas ruang tamu, dua ruang tidur, satu dapur dan kamar mandi. Di ruang tamu terdapat satu set sofa kulit dan satu meja kerja. Di dinding samping ada peta kontur kawasan pegunungan Argopuro yang digambar ulang diatas kertas kalkir. Astaga. Niat banget! Kenapa nggak beli peta kontur aja ya di Bakosurtanal?-

Karena penasaran mengenai issue jalur ojek dari Baderan ke Sikasur, sebelum berangkat kesini aku sempet ngobs dengan Ucup –posisi di jakarta- dan David –posisi di Surabaya-  kedua temanku ini, dalam dua kesempatan yang berbeda, baru kembali dari Argopuro.

“S-E-R-I-U-S ?” tanyaku. (huruf kapital, font gede, warna merah)

 “Iya. Lumayan Ries. Menghemat  dua hari perjalanan”  cetus ucup.

“Emang ada ojek kok, mbak!”  kalo ini david yang ngomong.

“Seratus limapuluh ribu” ucup mulai bersemangat.

“Tapi bisa ditawar kok mbak” kata david.

“Danaunya eeeeenndaaaaah banget mbaaaak”  racun David.

Jujur, aku sangsi. Nggak percaya. Kalau melihat peta konturnya, aku juga curiga. Apa iya dari 900-an bisa naik ke 2100m hanya dengan motor. Masih ada  cemoro lawang masih  ada alun-alun kecil dan gunung Jambangan sebelum Sikasur. Apa mau melintas jurang? But for the sake of gengsi  :)  aku memilih untuk jalan.  Pembenaranku, ini perjalanan pertamaku ke Argopuro, sayang untuk dilewatkan dengan naik motor.

Mas Sugiono sudah selesai masak. Penganan yang baru dibuatnya disuguhkan kepadaku -dari tepung ubi isi serutan gula merah yang dikukus,nggak tau apa namanya- “betul mbak, memang ada jalur ojek  dari sini ke Sikasur” jelas mas Sugiono. Sebenernya panjang banget sesi tanya jawabnya. Tapi begini ringkasnya.

Konon sudah sejak lama Argopuro dilirik investor –kita sebut saja investor X-. “Dari mana Mas?” “Nggak tau mbak, dari Jakarta katanya”  mereka sudah beberapa kali mendekati bupati Probolinggo -atau jember ya?- untuk kerjasama dan nggak pernah disetujui. Seperti diketahui bersama, kawasan pegunungan ini terletak antara Kabupaten Probolinggo dan Jember.  Nggak putus asa, mereka mendekati bupati Jember –atau probolinggo ya? Ampuuun deh. Penyakit lupa akutku sulit disembuhkan rupanya :) -

Wangsa duduk dan bergabung “Yang mau dikembangkan? ” ini sudah potongan kue yang kesekian aku makan. “Di Sikasur itu, mau dibuat perkebunan tulip. Kalo mbak jeli, nanti di sungai sikasur yang banyak selada airnya itu, ada sisa-sisa tulip bekas peninggalan jaman belanda dulu” jawab mas Sugiono. “Mau dibangun kawasan wisata.” Tambahnya.

Dan proposal mereka disetujui. Atas restu Bupati, maka jalur pendaki dari Baderan mulai di perbaiki. “kapan itu  Mas?” “Hmmm… akhir tahun 2005” Dibuat jalan makadam hingga batas hutan.  Jalur trekking yang hanya satu jalur, diperlebar. “lha? Lembah sebelum Sikasur?” Ini mas Gimo yang tanya. Rupanya sudah sejak lama ia duduk dan bergabung dengan kami. “ya dibangun jembatan” . Maka jadilah jalur motor dari desa Baderan menuju lembah Sikasur.

Petugas di Baderan merasa kecolongan. Itu pun mereka ketahui dari info pendaki yang baru turun. Dan setelah pembangunan rampung pula. “Masak  sih mas nggak ketahuan sama sekali? Jalan dan jembatan kan nggak dibangun dalam waktu semalem kan?” tanyaku. Ingat kisah Lorojonggrang dan Candi Prambanan. Hehe… tumben.

Mas Sugiono malah curhat. Hanya ada dua orang petugas untuk mengawasi kawasan seluas ini. Apa mungkin bisa? Lagian penduduk  Baderan yang diupah untuk membersihkan jalur, juga pada diem-dieman tuh. Siapa yang nggak tertarik dapet upah gede. Dibanding penduduk Bremi. Pendapatan perkapita penduduk Baderan sangatlah kecil. Buat mereka, ini adalah sumber ekonomis baru. “Kemarin ada 50 motor rombongan Bupati yang naik menuju Sikasur” ujarnya sedih. Akibatnya tak ada lagi kijang dan merak yang berani nongol di padang Sikasur yang maha luas itu.

Dadaku sesak.

yang mau ngintip sebagian foto ada di : dan lembah itu bernama lembah pembantaian

22 comments:

Irfan Yusuf said...

hmmm akhirnya...,

kembali hadir catatan2 favorit ini...

dwi novi said...

gak sabar nunggu lanjutan nya...

a riesnawaty said...

susah Faaan. udah lama nggak nulis catper. :(

a riesnawaty said...

hehe... sabar ooooom....

May Hendrawati said...

naik ojeg ke Sikasur ? waduh ga tega...padahal jalan kaki lebih seru

a riesnawaty said...

iya May.. :(

Mbah Steve said...

Kalau nggak salah sejak 1-2 tahun lalu sudah bisa dilewati ojek. Rencananya mau dibuat kawasan wisata. Kalau hal ini terjadi pasti akan banyak pedagang dan mereka membangun pemukiman-pemukiman di sepanjang jalur. Akan muncul perkampungan baru, selain itu anak-anak club motor pasti akan sering ke Sikasur. Misteri keangkeran Sikasur yang membuat pendaki penasaran akan terlupakan oleh keramaian.

Winda Noveriyan said...

waaah...sadis !

Winda Noveriyan said...

ayoooo mbak....diselesain nulisnya !!

tjee-pee - said...

Dadaku juga "sesak"..kalo inget lagi perjalanan 7 hari itu..:D

a riesnawaty said...

pyuuuuh!!! *mengelap keringat dingin*

a riesnawaty said...

buhuahahahaha.....!!!!

a riesnawaty said...

saya beberapa kali mendelete reply saya ini barusan. bingung.

begini, kemaren saya sempet mikir, kalo dulu di sikasur pernah ada bangunan, pernah ada bekas lapangan terbang dan tentunya ramai oleh manusia. Kenapa sekarang tidak bisa?

tapi kalau melihat penghuni aslinya -rusa, merak, si meong- yang terdesak hanya karena ulah kita? saya nggak rela. Kalau mau membuat kawasan Wisata. Cari tempat lain deh. Masih banyak alternatifnya.

bagus hu said...

Dampak desentralisasi ries. Ini tugas semua orang utk belajar mengelola sda.

bagus hu said...

Dampak desentralisasi ries. Ini tugas semua orang utk belajar mengelola sda.

Sweet Susan said...

yuk bikin pemberontakan regional mbak... "ga rela kedamaian sikasur terusik. ga ikhlas misteri sikasur terhapus. ga mau savanah luasnya jadi ajang nge-track motor- motor ojek. ga bisa ngeliat selada air dan sungainya tercemar!!!"
jadi pengen nangis kalo surga di sikasur musnah.... (ikut emosi >o<)

guritno blothonk said...

kenangan argopuro paling berkesan menurutku adalah saat di cikasur, sempat terbersit di kepala untuk naek dr baderan via ojek. namun setelah memikirkan efek yang terjadi di belakang nanti mungkin baik berjalan kaki, setapak demi setapak. karena itulah seni dari naek gunung.

a riesnawaty said...

iya Gus. dan tugas itu beraaaaaaat....!!!! banget! kalo dijalanin satu dua pihak aja.

a riesnawaty said...

idem..... aku juga ngerasa begitu San.

a riesnawaty said...

setuju Maaas....! kemaren juga sempet tergoda untuk ngojek, tapi nggak tega ..:(

David Mario said...

wah.... semoga rencana pengkomersilan sikasur dibatalkan / gagal. sayang banget, tempat yang sangat alami itu jadi tempat pariwisata demi pengejaran nilai-nilai materi. pantesan juga, aku kemarin nggak nemu kijang sama merak, eh cuman kedengaran suara merak saja sih :-)) . BTW, kita mungkin bisa melakukan gugatan Class Action akan rencana ini, atau mungkin juga bisa menyurati menteri perhutanan atau presiden untuk lebih peduli melindungi hutan di Indonesia ini.

a riesnawaty said...

mulai dari : jangan gunakan ojek ke sikasur :)

 

hujan, jalak dan daun jambu Design by Insight © 2009