ketika pos 4 kami lewati begitu saja ...

Catper berikut sebenernya reposting perjalanan kami awal bulan Oktober dua tahun lalu. Sempet dipost di salah satu milis terkenal di ibukota *halah!* J Pendakian ini juga merupakan pendakian perdana kami bertiga (saya, http://ngangeni.multiply.com dan Ika) ke gunung. Slamet.


 


[EPISODE POS 4 YANG TERKENAL ITU]


 


“Jadi nih kesimpulannya Ries, Ika,  jangan ngecamp di pos Samarantu ya? Kalo bisa jalan terus aja”


 


Begitu pesan Joko, sebelum ia dan Ibeth meninggalkan meja tempat kami makan dan share foto pendakian lalu. Saat itu sudah cukup larut malam. Di sudut meja masih tersisa Jenny yang sedang ngobrol dengan Steve *Moderatornya Merbabu.Com*. Sayup-sayup masih kudengar suaranya bercerita tentang pengalaman kemaren ketika ia pergi ke Slamet. Celakanya.. tepat ketika episode pos Samarantu itu, sementara di seberang meja, Steve hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.. *entah setuju atau ngantuk, Steve ?!!! :D*


 


Serempak aku dan Ika bertanya : ”Emang kenapa Kakak Pembina?” bak laiknya seregu Pramuka.


Joko hanya berisyarat, ekspresi wajahnya menggambarkan suatu misteri - yang sungguh mati sulit sekali aku gambarkan dengan kata-kata - dan kemudian berpamitan kepada kami yang masih tertinggal disana.


 


Tapi ….. tekad sudah dibulatkan. Rencana sudah disusun. Logistik baru saja di beli, dan kami sudah terlanjut pamit kanan dan kiri. Tiga hari kemudian, kami berangkat menuju Purwokerto dengan kereta yang bertolak dari Stasiun Senen. Hanya bertiga : aku, Ika dan Tammy.


 


Kami tiba pukul 2 subuh di Stasiun Purwokerto. Sambil minum kopi di Kindy’s Donuts, bergantian kami mandi dan mencari informasi tambahan. Sesekali terdengar lagu “Bunga Anggrek” menjelang kedatangan kereta di stasiun tersebut. (yang pernah ke stat Purwokerto pasti tahu yaaaa?)


 


Jam 4 subuh, setelah jual mahal dan pura-pura hendak naik becak sejauh 5 kilometer ke terminal Purwokerto… (he..he….. ) akhirnya sopir mobil carteran siap mengantarkan kami langsung menuju dusun Bambangan.


 


“kita lewat Baturaden saja ya Mbak!... short cuuuuuut! :D ” deuuuu.. pe de abiiiiiis! J


 


Yeaaah… apa kata driver deh… yang penting sampai dengan selamat, kami sepakat lewat sana. Was-was juga karena ditengah jalan ia berhenti untuk mengambil asisten. Katanya butuh ditemani waktu pulang nanti. Aku dan Ika saling melirik dengan pandangan ngeri, sementara Tammy sudah tertidur dengan nyenyaknya di kursi belakang.


 


Tetap dengan bahasa telepati kami,


 


Aries     ”Gpp Ika, tadi nomor mobilnya udah aku shoot!”


Ika        ” Aku lagi mengingat-ingat rumah tempat dia berhenti tadi, kalo ada apa-apa.. kita bisa lapor polisi dan balik ke rumah ini lagi”


 


Setelah itu aku bingung. Udah deh.. pasang mode pasrah. Ternyata, baru kemudian kami tahu bahwa jalur yang kami lewati ini adalah hutan lebat di daerah Baturaden yang rawan perampok. Lengkap sudah penderitaan kami! Jalan sempit, gelap dan berkelok-kelok sepanjang kurang lebih 8 kilometer itu kami lalui dengan penuh kesunyian.


 


“alhamdulillah!” teriak sang driver penuh rasa lega begitu kami keluar dari hutan belukar dan mencapai peradaban. Idiiih… nggak gitu-gitu amat deh :D Suasana menjadi cair setelah kami lewati jalur tersebut. Kami putuskan untuk berhenti sejenak di mesjid terdekat. Sholat subuh. Sambil memandang siluet Gunung Slamet di kejauhan sana.


 


Jam 6 pagi kami sudah tiba di base camp Bambangan. Di sambut suka cita oleh pak Bahu. Kami beristirahat sejenak di ruang tengah. Bersamaan dengan teman-teman pendaki yang semalam menginap disini. Suasana disana cukup riuh rendah. Rupanya ada pembagian jatah beras untuk penduduk disana.


 


“Asalnya sih bantuan untuk warga yang tidak mampu. Tapi untuk pemerataan dan keadilan. Seluruh warga sepakat untuk dibagi dan mendapat jatah yang sama” jelas Pak Bahu. Ika mengangguk-angguk. Tammy mencari makan. Aku memandang kagum kepada mereka berdua. Bener-bener nggak nyambung!


 


[EPISODE PENDAKIAN ITU]


 


Sarapan. Membungkus bekal untuk makan siang. Belanja souvenir dulu. Ngobrol sejenak dengan Ibu Bahu. Bergossip mengenai proyek sumur bor di Bambangan yang tak kunjung selesai. Minum kopi (lagi!) dan packing ulang. Beberapa barang untuk nanti pulang berikut belanjaan, kami titipkan kepada Ibu Bahu.


 


Jam 8 pagi. Perjalanan baru kami mulai. Sebelum berangkat kami diberi wejangan oleh Pak Bahu, (bakal parno, nih orang bakal kasih petuah…apa yang boleh dilakukan apa yang tidak boleh dilakukan… semacam itulaaahh) suasana mencekam sekali, hening sesaat hingga akhirnya dia berkata :


 


“ dari sini terus saja. Setelah ketemu gerbang, belok ke kanan ya? Ikuti saja jalurnya. Cuma ada satu jalur sampai puncak”


 


Ternyata jalurnya panjang sekali ya… dan terus menanjak. Melewati ladang. Saling susul menyusul dengan 4 orang teman kami yang (ternyata) dari Jakarta juga. Aku dan Tammy sibuk memilih-milih sayur dan daun bawang yang sekiranya cocok untuk teman makan malam kami nanti.


 


Setelah melewati ladang, kami mulai memasuki vegetasi hutan. Cukup jauh juga jarak antara pos 1 dan pos 2. Sebelum mencapai pos 2, kami istirahat sejenak untuk makan siang dan shalat. Setelah itu jarak antar pos tidak terlalu jauh. Rencana kami hari itu adalah mencapai pos 5 dan ngecamp disana. Yang menarik disini adalah banyak sekali pos bayangan. Kalau tidak menemukan papan nama pos, bisa dikira pos beneran! dan setiap menemukan tempat seperti ini, Ika dan Tammy berebut menebak-nebak nama pos tersebut. Kalau tidak ada papannya mereka hanya berkata :


 


“Ini namanya pos : ‘MAAF! ANDA KURANG BERUNTUNG’ ..hua…hua..hua” bayangin aja…


 


Jam setengah enam sore, baru kami tiba di pos 5. Ada 2 rombongan pendaki yang sudah tiba terlebih dahulu disana. Yang pertama ngecamp di Pondok pos 5, sedang yang lainnya di tanah datar di depan pos 5. Tempat kami sendiri agak dibawah mereka dan cukup terlindung pepohonan. Segera memasang tenda. Tidak ada air disini. Sumber air kering.


 


(“Jokooooooo!!!!... nggak ada air kok!”)


 


(situasi pada waktu makan malam)


 


Aries     : “Tammy…. Walau di gunung, kita harus selalu tampil elegan dan menawan“


 


Mata Tammy membulat. Masih belum mengerti. Begitu Ika keluarkan tissue basah. Dan mulai mandi tissue, barulah ia tahu. Malam itu juga, Tammy membuat suatu pengakuan. Sambil mengeluarkan alat bantu pernapasan (sorry Tam… lupa namanya…) dan mempraktekkannya berikut suara


 


“srooooootttttt” yang cukup menakutkan itu. Giliran aku dan Ika yang membulat matanya memandang Tammy hingga yang diamati tergugah untuk memberikan penjelasan.


 


Tammy             : “Begini Mbak Aries, Mbak Ika…… saya punya penyakit asma!”


 


Gedubraaaaaakkk!!!!! …. Meja kursi berjatuhan..(ini kalau ada di kantor ya?) Hening sesaat. Penuh berkecamuk dengan pikirannya masing-masing. Malam itu kami berdua mendapat pencerahan dari Tammy, mengenai apa asma dan teman-temannya. Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak. Setelah makan malam yang luar biasa lezatnya (masih inget sayur-sayuran yang tadi kami minta selama perjalanan?) kami bersiap untuk perjalanan esok hari. Ika, time keeper, mengingatkan untuk menyetel alarm pukul 2 subuh dan kami masing-masing menyiapkan daypack untuk esok hari.


 


 


 


 


[EPISODE : SUMMIT ATTACK)


 


Alarm HP dengan ringtone lagu “bangun tidur” (he..he…) sudah berbunyi. Maleeeeeessss banget rasanya, masih penat! Walau begitu penuh semangat, aku langsung loncat dan bergegas ke pintu tenda, keluar, memakai sandal…. dan …. ritual dulu laaaaahh…. Sementara Ika sudah menyiapkan Trangia. Memasak air. Kami minum kopi dan makan roti plus keju.


 


Jam setengah empat subuh, berbekal senter dan daypack isi kamera, logistik, air dan obat-obatan. Kami bertiga mulai melanjutkan perjalanan menuju puncak. Tenda kami tinggalkan. Doa kami panjatkan. Semoga tidak ada yang iseng untuk membongkar tenda kami.


 


(catatan : waktu naik kemarin dan bertemu penduduk, kami diperingatkan untuk berhati-hati bila meninggalkan barang di tenda, beberapa waktu yang lalu…… ia mulai berkisah.. matanya menerawang jauh…waahh… bakal long story nih… pikirku dalam hati) ….


 


Ada pendaki yang kehilangan barang-barangnya. Sampe ke keril-nya pun raib lenyap.”


 


(polos kami pun bertanya) : “siapa pencurinya Pak?”


 


(still yakin ia pun menjawab) : “itu… pendaki juga. Tapi dia pake jalur laen. Kalo dari Bambangan tidak ada yang seperti itu” (dengan nada bangga) “Makanya, kalo ngecamp di pos pelawangan saja (catatan : pos 9) kan open area tuh! Kalo kalian ndaki dan ada yang ngambil barang, bisa ketahuan kan?”


 


Kami mengangguk-angguk tanda mengerti. Baru kemudian aku sadar. Kalau pun bisa lihat ada yang ngambil. Tetap aja susah dikejar. Wong kita lagi ndaki je’. Apa nggak frustasi nantinya nggak bisa ngejar tuh maling….


 


Balik lagi ke pukul setengah empat subuh. Kami berjalan relatif lebih cepat (iyaalaaahhh… kagak pake keril!). namun jalur penuh debu. Terengah-engah dengan oksigen yang semakin menipis. Tapi langit ceraaaaahhhhhh sekali. Beberapa kali kami melihat bintang jatuh. (dan gedubrakan Ika selalu hampir jatuh, gara-gara terus melihat ke langit) Masing-masing menyebutkan keinginannya, mulai dari kamera digital hingga tenda TNF terbaru… hua..hua…haa….


 


Pos 6 kami lewati. Langit mulai penuh dengan semburat merah. Waahh… Sebentar lagi terang nih. Sudah pukul lima. Setelah berembug. Kami bertiga memutuskan untuk berhenti untuk shalat subuh dan menunggu sunrise (dimanapun kami berhenti).


 


Tempatnya unik sekali. Syahdu sekali. Ada tempat datar cukup untuk shalat. Beberapa pohon yang meranggas dan ilalang di sekitarnya. Kami duduk terdiam (dengan kamera di tangan masing-masing) sudah siap menyambit eh.. menyambut sang mentari. Ketika ia muncul….. cuma satu kata …. “LUAR BIASA!” mataharinya muncul tepat ditengah-tengah gunung Sindoro Sumbing. (Inget waktu kecil, kalo gambar pemandangan pasti ada dua gunung dan di tengah-tengahnya ada matahari yang muncul)


 


Tammy segera mengeluarkan segenap gaya. Ika bergerak secara acak mencari posisi yang tepat untuk memotret. Hingga tak terasa. Sinar matahari yang keemasan mulai mewarnai pepohonan di sekitar kami. Perjalanan pun kami lanjutkan. Tidak jauh dari sana ternyata sudah pos 7. Lima belas menit kemudian kami tiba pula di pos 8. Dan tak berapa lama sampai di pos 9 (Pelawangan). Disana kami jumpai 3 orang pendaki yang ngecamp di pos pelawangan. Hanya ada satu tempat untuk ngecamp. Terlindung sedikit pohon dan semak.


 


Bersama-sama dengan mereka, kami mulai menapaki jalur yang …hmmmmmm …… (jadi inget pandangan Ibeth waktu cerita mengenai jalur naik menuju puncak) …. Pasir, kerikil tajam dan batu-batu segede gaban. Banyak sekali jalur menuju puncak. Bikin jalur sendiri juga bisa. Wong tujuannya jelas kok. KE ATAS!! He..he….. Ika sudah melesat jauh di depan. Ada batas patok-patok kayu di sebelah kiri kami. Kami bertiga memilih jalurnya masing-masing.


Hingga kemudian muncul istilah : jalur tetangga memang lebih hijau dari jalur sendiri. Gimana nggak ngiler, ngeliat Tammy kok enak banget ya naeknya. Lihat Ika apalagi. Barangkali kalau dipeta-kan dari atas, jalur yang aku ambil zig-zag kali yaaa? ….


 


Jam 7.30 (kayaknya)…. Sampai juga di atas. Ika sudah dari tadi nongkrong di titik triangulasi. Sambil menunggu Tammy, aku istirahat sebentar. Merenungi nasib. Ide gila dari mana ya, hari ini bisa nangkring disini?


 


Kami bertiga makan pagi, reportase singkat via handycam, foto-foto lagi dan berjalan-jalan mengitari kawah. Ika yang super amat sangat penasaran malah melaju lebih jauh meninggalkan aku dan Tammy yang sedang berjemur dan bersantai di tepi kawah.


 


Hingga jam 10.30 kami disana (nanti kalian semua akan tahu apa efek samping dari nongkrong selama 3 jam di puncak Slamet, baca di akhir catper ini yaaa?) barulah kami turun.


 


Dalam perjalanan turun, kami berpapasan dengan rombongan 10 orang dari Lab School… (siswa en guru pendamping) dan 3 orang temen seperjalanan yang dari Jakarta kemaren. - satu orang sisanya jaga tenda - sementara yang tadi bareng naik, sudah dari tadi turun.


 


Perjalanan turun cepat sekali rasanya. Setelah makan siang dan packing (kebetulan kantuk mulai menyerang) kami putuskan untuk istirahat sejenak, mengumpulkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan kembali.


 


Ika : “ Air masih ada kan Ries, makanan juga?” tanyanya sambil mengepak barang.


 


Aries : “Masih. Cukup kok kalo kita ngecamp semalem lagi”


 


Tammy : “emang kita ngecamp lagi ya?” dengan tampang cemas.


 


Ika : “ Iya. Kalo kemaleman di jalan. Kita ngecamp di pos berapa aja. Kan banyak tempat tuh”


 


Aries (sambil nyengir) : “ kalo pas di Pos 4?!!!”


 


Wajah Tammy memucat. : “#??@??*%%!!”


 


Ika (cengirannya bertambah lebar): “ kalo sampai di pos 4 pun kalian pasti bakal terus jalan ! .. he.. he …. ”


 


 


Guruh mulai terdengar di kejauhan. Aku dan Tammy berpandangan. Tapi tidak berani untuk menyebutkan gejala apakah itu. Kami diam-diam masuk kedalam tenda, dan tidur.


 


 


(gimana nih? Ngecamp lagi di pos 5... atau turun teruuusss?)


 


[EPISODE : AKHIRNYAAAA EN SPECIAL THANKS!)


 


Jam 4 sore kami sudah bangun dan bersiap. Ternyata cuaca cerah sekali. Tenda dibongkar dan setengah jam kemudian kami sudah turun meninggalkan pos 5. Hanya lima belas menit kami sudah tiba di pos 4. Lanjut! Lima belas menit kemudian sampai di pos 3. Magrib kami tiba di pos 2. Sayup-sayup terdengar suara azan dari bawah sana. Dalam gelap kami shalat magrib dan istirahat sejenak. Perjalanan dari pos 2 hingga ke dusun Bambangan cukup lama. Beberapa kali berpapasan dengan beberapa rombongan yang mau jalan malem. Jam 8 malam kami tiba di base camp Pak Bahu. Mencarter kendaraan langsung ke Stasiun Purwokerto dan langsung kembali ke Jakarta dengan kereta pukul 02.20 dinihari. Syukur deh…perjalanan kami lancar tidak kekurangan suatu apa.


 


 


Tokoh-tokoh ‘UNIK’ yang kami temui sepanjang perjalanan :


·          Temen-temen, empat orang yang (ternyata) dari Jakarta juga. Selama perjalanan menuju pos 5 selalu susul menyusul. Selalu punya pikiran yang sama untuk cari tempat buat istirahat. Situasi yang (selalu ) terjadi bila kami bertemu di salah satu pos: mereka selalu sedang tidur sedangkan kami sedang sibuk mengunyah makanan.


 


·          Bapak Guru Lab School (yang ketemu dalam perjalanan kami turun dari puncak) Dengan tangan gemetar - tanpa sarung tangan - mencengkam kerikil tajam dan batu-batu.


“Ini baru pertama kalinya saya naik gunung, paling tinggi cuma ndaki bukit, BUKAN GUNUNGG!!! Hiks…. “ sambil mengusap keringat “ dan saya phobia ketinggian” dan selama beberapa menit kemudian kami mendengar curhatnya dengan tampang maklum.


 


·          Siswa-siswi labschool “ dalam rangka apa mbak Naek ke Slamet?”


Tammy : “ Oh… kami cuma refreshing saja kok…”


Siswa-siswi labschool :“ kalo refreshing sih ke Mal aja Mbak!” Tammy (Cuma bisa nyengir)


 


·          Amin (penduduk Bambangan, baru selesai memetik tanaman untuk dibuat jamu dan ternyata masih ada hubungan saudara dengan Pak Bahu) yang turun bareng mulai dari pos 2 dalam perjalanan pulang. Dengan obrolan ringannya seputar status masing-masing.


 


“mbak Ika sudah punya pacar?” (gubraaaaakkkk!!! … catatan : ybs kemaleman di jalan dan nggak bawa senter)


 


“Oh… Banyaaaakk!” jawab Ika santai sambil membantu mas Amin berdiri.


 


 


SPECIAL THANKS :


atas email-email yang wara-wiri sebelum perjalanan


 


·          Haris Respati : Trus ke Slamet-nya serius nih? Bener2 dah yakin? J hehe becanda.. terus terang Slamet tuh rada2 mistis lho.. tapi aku gak mo ceritain cos ntar malah gak jadi brangkat haha..


 


·          Ibeth : Ceweks, udah siapkan? Met jalan dan hati-hati yach....Titip salam buat kawahnya....


 


atas telpon-telponnya..


 


·          Suwati (dan Rifi, sebagai backsound) pas Magrib-magrib hari kemis…nelpon ngucapin say goodbye : “asal jangan di puter-puter di pos 5 aja ya? Hua..hua…hua…..” huh! Sialan! J


 


·          Joko yang bolak balik telpon dan berpesan : “Nanti di kereta ….. berlagak kayak orang susah aja. Kamera nggak usah dikeluarin dulu” (catatan : pengalaman pribadi. Waktu ke Slamet kemarin, kameranya raib lenyap tak berbekas)


 


·          Hendri , dalam perjalanan kami di kereta: “ Kalo bisa nanti langsung aja ke pos 8!..... biar lebih deket kalo mau muncak!”


 


Juga thanks atas sms-sms yang masuk :


 


·          Joe : kayanya sy tidak jadi ke selmt(sori yah,g bs nemenin)ternyata saya teh maseh ada kesibukan….. Gw doain teman”sukses dalam pendakiannya dan bs kembali kejakarta dengan slamat” slalu hati2x yah,salam to dinginnya puncak slamet..


 


·          Jenny Irma : Udah bgn Ries? Selamet ya, udah merambah pck tertggi di Jateng. semua lancar kan..


 


 


Juga buat orang dirumah dan temen-temen dikantor :


 


“Ries? Muka loe Gosong lagi ?!!! “ dan sempat dapat panggilan kesayangan … si muka terbakar! Hi..hi…


 


Dan terakhir buat :


Ika dan Tammy, temen-temen seperjalanan…. Kalian temen jalan yang asyik, nggak bikin Be Te… dan nggak nyusahin… team work yang OKE! Kapan jalan bareng lagi?


 


 


 

0 comments:

 

hujan, jalak dan daun jambu Design by Insight © 2009