dari tepi ranu kumbolo hingga atap sumbing yang redup


Date picture taken         :           21/11/2005       17:33

Sindoro dan Sumbing adalah dua gunung yang letaknya saling berdekatan. Foto ini saya ambil ketika saya dalam perjalanan naik menuju puncak gunung Sumbing. Ketika itu saya dapat memandang lepas ke arah Sindoro, gunung yang berada persis di sebelah gunung ini. Terasa indah dan agung tapi pada saat yang bersamaan terasa muram dan begitu misterius. Aneh sekali.



“Semua sudah diterima dengan baik mbak. Saya tunggu di Omah Sendok ya, tks.” Jawab Sony.

Itu akhir percakapan saya dengannya kemarin sore. Kenapa bisa janjian di omah sendok ya? Hehehe.. …begini ceritanya.

Semua ini berawal dari acara "Kelana Nusantara 2007" yang diselenggarakan oleh milis Natrekk

Salah satu kegiatannya berupa pameran foto. Foto-foto yang mewakili kisah perjalanan para membernya. Dan kriterianya adalah pemilihan lokasi serta kemampuan foto tersebut untuk "mengajak" mengunjungi tempat tersebut.

Dari dua belas foto yang saya kirim bulan lalu, ada tiga frame yang terpilih. Seneng? Ya iyalaah… sudah pasti :D Walau sebenarnya saya ragu. Apa yang kayak gini sesuai dengan kriteria? Sumpah. Setengah mati saya bongkar dan pilih foto-foto lama. -favorit saya tentunya :D- Susah banget nentuinnya. Lha wong kebanyakan malah foto-foto profile dan detail. Yaelaaaah….

Pengen tahu foto mana -tiga dari duabelas ini- yang jadinya dipajang disana? Maka dari itu teman-teman, minggu depan tanggal 17-18 Nopember 2007, jangan lupa mampir ke Café Omah Sendok, Jl. Mpu Sendok 45 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Terbuka untuk umum kok, dateng ya….

Info detail silakan mampir :"Kelana Nusantara 2007"

mengenai natrekk silakan buka yang ini :  www.nature-trekker-indonesia.com

Read more

argopuro dan kabar dari jakarta

teman-teman, ini kejadian waktu  kami ada di sikasur. waktu itu sudah hari ke tiga kami di argopuro.

Minggu 19 agustus 07

Aku kena sariawan. Ada delapan titik. Menyiksa sekali deh. Mungkin karena kurang makan buah. Mungkin juga karena kurang vitamin.  Atau karena panas dalam.  Mungkin juga karena aku bukan dokter. Hei! Serius amat bacanya :)

Yang jelas, bibirku juga pecah-pecah. Jangankan untuk nyengir. Mau ngomong aja rasanya pengen nabok orang karena perihnya. 

Hari itu aku bersumpah :
kalau bisa dapet abothyl (catatan : obat sariawan, obat tetes, warna ungu tua, umumnya ditakuti para penderita sariawan :) akan kuobati sariawan ini.

“saya punya mbak”  Cahyo menyahut entah darimana.

Damn! Kepiting rebus! kecoak busuk! Sejuta topan badai!  Aku ciut. Nggak berani.

 

Siang

Akhirnya pos Sikasur sepi juga.  Kini pondok kami kuasai :D. Tetangga sudah mengepak barang dan turun menuju Baderan. Aku bangun siang.  Yang lain juga begitu. Semalam, aku, Joko dan Wangsa tidur berhimpitan bersama dua remaja rempakem itu diantara : trangia, beberapa kantong logistik, kerir, sepatu dan jemuran pakaian basah kami.

Ah, siapa bilang tidur di dalam pondok lebih hangat. Tidurku tak nyenyak karena dingin. Lihat saja, pos ini tak lagi berpintu dan dinding utara hilang sebagian. Aku kerap terbangun karena ‘teman-teman kecil’  (baca : tikus) ingin mencicipi isi kantong logistik yang ada di sampingku. Yang seharusnya dilakukan adalah : memasang tenda di dalam pos. itu baru benar.

Dan Joko pun membangun tenda tepat di depan pos. “kenapa mas?” Tanya Wangsa.  “tuh!”  Joko menunjukku yang sedang bengong di depan tenda.

Siang itu, Joko turun tangan untuk masak. Aku sih jadi pengawas aja. Sambil comot sini comot sana. Hehe… Yang lain,  sejauh yang bisa kupantau dari dinding pondok yang terbuka : turun ke sungai, mandi, cuci piring dan motret.

Mas Gimo malah menjemur seluruh isi kerirnya. Basah.  Dedy  mengikuti. Menu hari itu adalah sayur lodeh, lembaran tipis daging beef burger yang digoreng matang dan kepingan emping goreng.  Lezat betul kelihatannya. Makan pagi sekaligus siang. Di pondok di tengah lapangan seluas ini. Dan aku menelan ludah.

Dan tiba-tiba.

 “Kuuuuuuuur…kuuuuuuurrr! Ayo makaaan!”

Suara kelontengan panci yang dipukul Joko dengan sendok.  Sialan! Kami disamakan dengan ayam. Hahaha….

Sedetik kemudian kami berkumpul di dalam pondok. Memegang piring dan sendok masing-masing. Menunggu dituang jatah lodeh dengan adilnya.

 Setelah makan, dan bebenah. Aku masuk ke dalam tenda dan tidur. Yang lain satu persatu menyusul.  Mas Gimo, Dedy dan Wangsa menggelar matras dan tidur di luar menantang langit. Sepi di ketinggian 2100 meter ini. Hanya terdengar bunyi angin dan tarikan nafas kami yang bersahut-sahutan.  Tidur dulu yaaaak…!

ini obrolanku dengan chipi dan cahyo pagi tadi
 
Ada apa semalam Puts?”  tanyaku pada Chipi “Apa kamu sakit?”

“Nggak mbak.”

“tapi Mas Gimo"

"beban Mas Gimo berat banget” kata Chipi.

Jadi begini ceritanya, sejak meninggalkan pos mata air 1. Mas Gimo selalu ada di belakang, karena beban berat maka jalannya pelan sekali.

“Nyampe alun-alun kecil jam berapa?”“jam tiga mbak”

padahal perjalanan dari alun-alun kecil hingga sikasur normalnya hanya 2-3 jam saja.

“Kenapa lama sekali?”  balasku gemas.“nunggu mas Gimo" sudah malam ketika mereka ada di Jambangan. Gelap. Hujan. Lelah dan ngantuk.  Mereka putuskan untuk menginap semalam. Besok pagi baru menyusul ke Sikasur.

“terima pesan berantai kami?” “Terima mbak”  ini  Cahyo yang menyahut. Tapi pesanku tak berbalas. Aku tahu, selain kami, tidak ada lagi pendaki yang naik menuju Sikasur.

Ingin sekali mengabarkankan status mereka saat itu, Chipi dan Cahyo mencoba keberuntungan. Dan menelpon kami yang ada di Sikasur. Tumben dapat sinyal.

“HP mbak aries nggak aktif”“Iya. Mati. Nggak ada sinyal sih”

“Hp mas Joko juga”“idem. Dimatiin. “

“Nggak tau no hp mas Dedy. Juga Wangsa” “oh”  

akhirnya  Chipi  menghubungi Nani –pacar Wangsa- yang ada di Jakarta.“Hmmmmm….” Firasatku mulai tidak enak. 

Sebagai orang yang sudah makan asam garam, Mas Gimo dengan bijak berpendapat. “Hati-hati untuk kasih kabar ke Jakartapoinnya sih. Pikir dulu sebelum bertindak. Cara orang menanggapi sebuah berita, apalagi dengan kondisi jauh disana, bisa berbeda-beda lho. Aku setuju dengan Mas Gimo.

“Mas Gimo memang begitu Hany.” “Begitu gimana?” 

dalam kesempatan yang berbeda, ini pembicaraanku dengan Joko. Mas Gimo itu selalu packing paling akhir. Kalau masih ada barang di luar. Pasti dia angkut.  Nggak peduli seberat apapun.

Iya. Tapi umur nggak bisa ditipu Joko”.

Mungkin bukan jamannya lagi mas Gimo membawa beban seberat itu.


Aku kecewa pada diriku sendiri. Kenapa aku jadi nggak peduli dengan rekan seperjalananku ya? Biasanya aku selalu rajin memeriksa beban kerir teman-teman. Aku juga kecewa dengan Joko. Kok kelihatannya dia nggak peduli dengan sahabatnya itu. Bentuk persahabatan yang tidak aku pahami.  Semoga saja aku salah.

Pagi itu juga kubongkar kerir Mas Gimo. Logistik kelompok kubagi tiga.  Untuk mas Gimo, untuk Wangsa dan Dedy. Sederhana saja, agar Mas Gimo tidak tertinggal lagi. Alasan yang lain : bila terpisah lagi. Minimal, team depan pun lengkap logistiknya. :) ah, tak kenyang rasanya, jika teringat semalam hanya makan mie kuah dan nasi dingin sisa makan siang.

Pelajaran hari itu (jangan pernah bosen untuk ngingetin): sebelum berangkat, catat nomor HP masing-masing. Bawa HT minimal 2 buah.  Beban kerir merata. Usahakan selalu berjalan bersama. Atau kalau tidak, menunggu di tiap pos. baru jalan lagi.

-ars-
begitu deh kejadiannya waktu itu. Maaf ya kalau merepotkan temen-temen di jakarta (dan Batam), temen-temen yang masih ada di semeru , juga makasih temen2 yang masih stand by di proboliggo. padahal kami tahu, kalian pasti masih capek beraats

Read more

argopuro dan ojek ke Sikasur

Kamis 16 agustus 07, di Baderan

Kami turun. Tidak jauh dari KSDA, ada warung nasi sederhana. Kami makan siang dengan telur ceplok dan sayur lodeh yang rasanya lezat sekali -perlu dicatat disini, sayur lodehnya nggak pake daun melinjo. Jadi ya dimodifikasi dengan potongan kacang panjang. Eh.. kalo udah dipotong, apa masih bernama kacang panjang? *penting banget nggak sih :p*- untuk praktisnya, kami pun memesan makan malam, memesan sarapan dan bungkusan makan siang untuk esok hari. Dan menjadi saksi reaksi cepat si ibu : memanggil orang untuk menyembelih ayamnya yang lucu, yang kami lihat sedang mengorek-ngorek tanah mencari makan di lapangan depan warung- “Untuk makan malam nanti” ucap si Ibu datar. Nafsu makanku hilang seketika. Nggak tega.

Sebelum magrib

Aku datang ke bangunan Inti. Pengen ngobrol aja dengan mas Sugiono. Pada bangunan inti ini terdiri atas ruang tamu, dua ruang tidur, satu dapur dan kamar mandi. Di ruang tamu terdapat satu set sofa kulit dan satu meja kerja. Di dinding samping ada peta kontur kawasan pegunungan Argopuro yang digambar ulang diatas kertas kalkir. Astaga. Niat banget! Kenapa nggak beli peta kontur aja ya di Bakosurtanal?-

Karena penasaran mengenai issue jalur ojek dari Baderan ke Sikasur, sebelum berangkat kesini aku sempet ngobs dengan Ucup –posisi di jakarta- dan David –posisi di Surabaya-  kedua temanku ini, dalam dua kesempatan yang berbeda, baru kembali dari Argopuro.

“S-E-R-I-U-S ?” tanyaku. (huruf kapital, font gede, warna merah)

 “Iya. Lumayan Ries. Menghemat  dua hari perjalanan”  cetus ucup.

“Emang ada ojek kok, mbak!”  kalo ini david yang ngomong.

“Seratus limapuluh ribu” ucup mulai bersemangat.

“Tapi bisa ditawar kok mbak” kata david.

“Danaunya eeeeenndaaaaah banget mbaaaak”  racun David.

Jujur, aku sangsi. Nggak percaya. Kalau melihat peta konturnya, aku juga curiga. Apa iya dari 900-an bisa naik ke 2100m hanya dengan motor. Masih ada  cemoro lawang masih  ada alun-alun kecil dan gunung Jambangan sebelum Sikasur. Apa mau melintas jurang? But for the sake of gengsi  :)  aku memilih untuk jalan.  Pembenaranku, ini perjalanan pertamaku ke Argopuro, sayang untuk dilewatkan dengan naik motor.

Mas Sugiono sudah selesai masak. Penganan yang baru dibuatnya disuguhkan kepadaku -dari tepung ubi isi serutan gula merah yang dikukus,nggak tau apa namanya- “betul mbak, memang ada jalur ojek  dari sini ke Sikasur” jelas mas Sugiono. Sebenernya panjang banget sesi tanya jawabnya. Tapi begini ringkasnya.

Konon sudah sejak lama Argopuro dilirik investor –kita sebut saja investor X-. “Dari mana Mas?” “Nggak tau mbak, dari Jakarta katanya”  mereka sudah beberapa kali mendekati bupati Probolinggo -atau jember ya?- untuk kerjasama dan nggak pernah disetujui. Seperti diketahui bersama, kawasan pegunungan ini terletak antara Kabupaten Probolinggo dan Jember.  Nggak putus asa, mereka mendekati bupati Jember –atau probolinggo ya? Ampuuun deh. Penyakit lupa akutku sulit disembuhkan rupanya :) -

Wangsa duduk dan bergabung “Yang mau dikembangkan? ” ini sudah potongan kue yang kesekian aku makan. “Di Sikasur itu, mau dibuat perkebunan tulip. Kalo mbak jeli, nanti di sungai sikasur yang banyak selada airnya itu, ada sisa-sisa tulip bekas peninggalan jaman belanda dulu” jawab mas Sugiono. “Mau dibangun kawasan wisata.” Tambahnya.

Dan proposal mereka disetujui. Atas restu Bupati, maka jalur pendaki dari Baderan mulai di perbaiki. “kapan itu  Mas?” “Hmmm… akhir tahun 2005” Dibuat jalan makadam hingga batas hutan.  Jalur trekking yang hanya satu jalur, diperlebar. “lha? Lembah sebelum Sikasur?” Ini mas Gimo yang tanya. Rupanya sudah sejak lama ia duduk dan bergabung dengan kami. “ya dibangun jembatan” . Maka jadilah jalur motor dari desa Baderan menuju lembah Sikasur.

Petugas di Baderan merasa kecolongan. Itu pun mereka ketahui dari info pendaki yang baru turun. Dan setelah pembangunan rampung pula. “Masak  sih mas nggak ketahuan sama sekali? Jalan dan jembatan kan nggak dibangun dalam waktu semalem kan?” tanyaku. Ingat kisah Lorojonggrang dan Candi Prambanan. Hehe… tumben.

Mas Sugiono malah curhat. Hanya ada dua orang petugas untuk mengawasi kawasan seluas ini. Apa mungkin bisa? Lagian penduduk  Baderan yang diupah untuk membersihkan jalur, juga pada diem-dieman tuh. Siapa yang nggak tertarik dapet upah gede. Dibanding penduduk Bremi. Pendapatan perkapita penduduk Baderan sangatlah kecil. Buat mereka, ini adalah sumber ekonomis baru. “Kemarin ada 50 motor rombongan Bupati yang naik menuju Sikasur” ujarnya sedih. Akibatnya tak ada lagi kijang dan merak yang berani nongol di padang Sikasur yang maha luas itu.

Dadaku sesak.

yang mau ngintip sebagian foto ada di : dan lembah itu bernama lembah pembantaian
Read more

album trahlor (reloaded)

Read more

dan lembah itu bernama lembah pembantaian




Dan sore itu kedua kakiku menapak alun-alun yang teramat luas itu. Sejauh mata memandang hanyalah rumput gimbal yang menguning di musim kemarau. 

Tidak ada yang lebih menyakitkan ketika berdiri di tengah-tengah lapangan Sikasur dan mengingat kejadian berpuluh tahun silam. Penggalan sejarah yang mungkin hanya tersisa dari beberapa saksi hidup yang mulai hilang satu persatu.

Kini, hanya dinding batu, sisa lapangan terbang dan sebuah jalan tembus yang kini entah ada dimana.  Entah dimana mereka berada. Hanya pesannya terdengar sayup diantara desau angin yang turun dari gunung nun jauh disana.

argopuro, 3088 mdpl, 15-25 Agustus 2007 bersama orang terkasih dan tersayang : joko, chipi, cahyo, wangsa, dedy dan mas gimo
Read more

tak dapat kutemukan kata yang paling indah




Hanya saja tak dapat kutemukan kata yang paling indah, ketika aku berada di tengah hutan basah, menghirup harum daun dan merasakan desau angin diantara mereka. Hanya saja, aku tak kuasa.



 


Rajabasa 1281mdpl, Lampung, 1-3 juni 2007, bersama orang-orang terkasih dan tersayang, Joko, Wangsa, Dotten, Taufan, Nani, Suwasti, Winda, Chiputs, Great trip my friend!

Read more

Kulihat Bintang di Puncak Manglayang




(dikutip dari salah satu lirik lagu berbahasa Sunda)


Namanya juga penasaran pengen nengok kebon belakang J Pagi itu saya, Joko, Deni dan Nani jalan-jalan di kebun belakang. Adit sih sudah meluncur sejak subuh. Tapi kami, hihihi… sarapan dulu lah yaaaa…. Ditemani Aki, kami semua duduk manis dan sarapan di bangku kayu di belakang rumah. Namanya juga jalan-jalan pagi yaaaa nggak pake persiapan apa-apa. Nggak bawa air minum, nggak bawa makanan ringan. Hanya berbekal kamera dan beberapa permen –yang ternyata masih ada sisa trip lalu- Rencananya cuma jalan hingga batas hutan saja. Tapi begitu tiba disana, dan puncak manglayang –yang ternyata juga masih ada ada dibaliknya- nampak begitu menggoda. Mata kami pun saling bertatapan.


“Gimana Den?” tanya Joko penuh arti.


“Lanjuuuut Maaaas!” sambut Deni penuh semangat.


Aiiih kompor meledug lagi deh J pikirku dalam hati dan sekaligus sangsi, demi melihat Joko melenggang dengan minyak cap kampak di tangannya dan Deni yang mulai menyusul sembari menghirup inhaler. Alah-alaaaah…!


Informasi menuju kesana silakan lihat disini : Gunung Manglayang via Garung Awalnya sih karena ini nih : Dan pondok kura-kura* itu ada di kaki gunung Manglayang

Read more

Gunung Manglayang via Garung



Gunung yang memiliki ketinggian 1824 mdpl ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Dari kampung garung, orientasi terus naik ke arah timur laut. Lama perjalanan 2-3 jam hingga puncak. Jalur amat jelas, bersih dan terus naik nyaris tanpa bonus. Tipikal hutan tropis basah. Tertutup penuh dengan vegetasi, namun sesekali nampak terbuka sehingga dapat melihat pemandangan kota Bandung dan punggungan gunung di sebelahnya. Persediaan air sebaiknya dipersiapkan sebelumnya walau kalau dicari sumber air cukup banyak malah di beberapa tempat terdapat pipa air milik penduduk.


 


Koordinat dan tipe lokasi : tipe area Hypsographic; tipe lokasi : gunung;  Latitude: -6.876944 ; Longitude: 107.7433 (Decimal degrees) Latitude (DMS): 6° 52' 37 S; Longitude (DMS): 107° 44' 36 E (Degrees, minutes and seconds)


 


Bila ingin kesana dari Jakarta dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum. Dari terminal Kampung Rambutan carilah bis menuju Bandung lalu turun di terminal bis Cicaheum atau kalau tidak ada dapat turun di terminal bis Leuwipanjang, Bandung. Lama perjalanan sekitar 3-4 jam. Dari Leuwipanjang kemudian disambung lagi dengan angkutan kota yang menuju Terminal Cicaheum. Dari tempat ini lanjutkan perjalanan anda dengan menggunakan angkutan kota yang menuju Jatinangor.


 


Hanya sekitar 30 menit perjalanan ke arah timur angkutan kota ini menyusuri jalan Ujung Berung Raya. Titik awalnya tidak begitu jauh dari Gedung Polresta Bandung Timur. Perhatikan belokan pertama yang bernama Jl. Cilengkrang I. Persis di perempatan jalan tersebut terdapat pangkalan ojek. Lanjutkan kembali perjalanan dengan ojek menuju kampung Garung. Biayanya tidak lebih dari 7500 rupiah. Jalan terus naik ke arah timur. Lama perjalanan juga tidak lebih dari 30 menit perjalanan. Di kampung Garung tersebut, carilah sekolah dasar Garung. Tanyakan saja dengan penduduk sekitar, dimana letaknya rumah Bapak Haji Suparka. Rumah itu persis berada di ujung aspal. Berawal dari belakang rumah tersebut, sudah terlihat jalur yang amat jelas menuju gunung Manglayang. Dari titik ini ketinggian sudah tercatat sekitar 1150 mdpl. Dahulu daerah ini masih tertutup rapat dengan pohon pinus. Namun sekarang, lahan perkebunan penduduk sudah merambah jauh hingga ke pinggang gunung L


 


Awalnya jalur masih terbuka, melewati ilalang berikut lahan perkebunan. Urutan berikutnya mulai memasuki hutan pinus. Jalur tanah licin, karena sering turun hujan. Jalan terus naik terkadang melipir ke arah utara dan kembali ke arah timur laut. Satu jam kemudian, akan ditemukan persimpangan jalur. Ke kiri terus naik, sedangkan ke kanan jalur turun amat jelas menuju bumi perkemahan Batu Kuda.


Ikuti jalur yang naik. Di sekitar akan dijumpai batu-batu besar diantara pepohonan. Udara amat sejuk. Dari sini jalur berupa batuan dan tanah yang terus naik, sesekali nampak pemandangan kota Bandung di bawah sana. Setengah jam kemudian, anda akan tiba di puncak bayangan. Suatu tempat datar dan bisa didirikan sekitar 2-3 tenda.  Ada papan bertuliskan : BARUNTAS : NGALUNGSAR. Dari sini puncak gunung Manglayang nampak jelas terlihat diantara rerimbunan pepohonan. Jalur berganti dengan akar pepohonan dan reruntuhan daun. Jalur kemudian sedikit menurun, melewati sadel dan kemudian naik kembali melewati tanjakan yang disebut BARUNTAS:TANJAKAN BAEUD Cukup melelahkan juga karena jarang sekali ada tempat datar untuk beristirahat. Di beberapa titik jalur cukup terbuka sehingga masih bisa melihat  puncak bayangan dan pemandangan kota di bawah sana.


Dan akhirnya setengah jam kemudian, anda akan tiba di puncak gunung Manglayang. Tempat ini berupa dataran yang luas penuh dengan daun-daun kering yang disekelilingnya rapat dengan pepohonan. Di tempat ini dapat didirikan sekitar 10-15 tenda. Ada papan yang bertuliskan BARUNTAS : MANGLAYANG, ada pula sebuah tugu triangulasi yang didepannya diberikan tumpukan batu bata sebagai tempat penampungan air. (tapi jadinya kok seperti kuburan ya? J)


 


Nah tunggu apalagi. Walaupun gunungnya tidak terlalu tinggi, tetapi jalur pendakian melewati jalur ini sangat menantang dan melelahkan. Bila ingin menginap di puncak disaran pula untuk membawa peralatan pendakian yang memadai karena di Gunung Manglayang sendiri yang cukup dingin keadaannya.


 


Catatan :


Banyak jalur menuju puncak gunung Manglayang, namun yang cukup terkenal adalah jalur Batu Kuda, yang terdapat di Kabupaten Bandung dan Jalur Kiara Payung Jatinangor, yang berada di Kabupaten Sumedang. Anda tidak perlu khawatir karena titik awal baik dari Batu Kuda maupun Kiara Payung merupakan bagian dari kawasan Wisata Alam Gunung Manglayang yang telah dilengkapi dengan sarana yang memadai untuk para pengunjung, seperti mushala, toilet dan tempat berkemah yang luas.


 


trip 31 maret-1 April 2007 Kisah dan foto selengkapnya silakan intip disini : Kulihat Bintang di Puncak Manglayang atau kesini aja deh J Dan pondok kura-kura* itu ada di kaki gunung Manglayang

Read more

ketika aku bertemu pacar lama




Ini nih akibatnya kalo kangen udah nggak tertahankan lagi L Begitu mendengar Jenny mau ke Salak minggu ini, kontan aku telpon dia dan bilang : “ Ikuuuuuut!!!!”


 Udah lama nggak ketemu pacar lamaku ini. Udah lama nggak nengok dia. Sebagai akibatnya tiap malem, kebayang terus. Sampe kebawa mimpi deh.


 Dan inilah aku, sengaja berjalan di belakang, pelan-pelan menikmati setiap momen diantara dedaunan hijau. Menghirup harum tanah basah, menyapa batang pohon dan mendengar kicau burung di sekitar.


 Dan begitu hujan perlahan turun…. Duuuuuh… senengnyaaaa…. Mukaku menengadah ke atas., memandang pucuk pepohonan dan menikmati titik-titik air yang jatuh perlahan di sekitarku.


 Trip to Salak 2211mdpl, 24-25 februari 2007


 (thanks to Jenny dan chiputs, temen jalanku kali ini, thanks to Joko dan Cahyo, yg juga memantau kami dari jauh)

Read more
 

hujan, jalak dan daun jambu Design by Insight © 2009